Candi Agung Amuntai merupakan peninggalan Kerajaan Negaradipa Khuripan yang dibangun oleh Empu Jatmika abad ke XIV Masehi. Dari kerajaan ini akhirnya melahirkan Kerajaan Daha di Negara dan Kerajaan Banjarmasin. Menurut cerita, Kerajaan Hindu Negaradipa berdiri tahun 1438 di persimpangan tiga aliran sungai. Tabalong, Balangan, dan Negara. Cikal bakal Kerajaan Banjar itu diperintah oleh Pangeran Suryanata dan Putri Junjung Buih dengan kepala pemerintahan Patih Lambung Mangkurat. Negaradipa kemudian berkembang menjadi Kota Amuntai. Candi Agung diperkirakan telah berusia 740 tahun. Bahan material Candi Agung ini didominasi oleh batu dan kayu. Kondisinya masih sangat kokoh. Di candi ini juga ditemukan beberapa benda peninggalan sejarah yang usianya kira-kira sekitar 200 tahun SM. Batu yang digunakan untuk mendirikan Candi ini pun masih terdapat disana. Batunya sekilas mirip sekali dengan batu bata merah. Namun bila disentuh terdapat perbedaannya, lebih berat dan lebih kuat dari bata merah biasa.
Sebuah hikayat Banjar yang diwariskan secara tuttur Lisan ( tutur candi ) yang sampai saat ini masih dipercayai oleh sebagian masyarakat banjar. Orang-orang yang sudah berpikiran modern meaanggap itu hanya sebuah dongeng dan bagi masyarakat awam kejadian yang diluar akal manusia seperti kesurupan dan lain-lain biasa dikaitkan dengan hikayat banjar ini. Tapi berdasarkan prasasti yang satu-satunya ditemukan di Banjarmasin kemudian mahasiswa Sejarah menggali dan menelusuri wilayah-wilayah yang sesuai dengan hikayat banjar maka ditemukanlah candi Agung ( Amuntai ) dan Candi Laras ( Margasari rantau).
Diawali dengan sebuah pelayaran yang dilakukan oleh Mpu Jatmika dengan Siprabayaksa, dan ia merupakan seorang saudagar dari negara Keling yang sebelum pergi diwasiati oleh orang tuanya bahwa ia harus bersinggah di suatu wilayah yang berhawa panas dan akhirnya ia menyinggahi Amuntai karna dirasa sesuai dengan wasiat tadi. Karna Mpu Jatmika menganggap dirinya hanya seorang pedagang bukan kesatria maka ia membangun sebuah tempat untuk tinggal yang sekarang dinamakan “ Candi Agung”. Dan untuk melambangkan dirinya sebagai raja maka ia membuat sebuah patung replika dirinya yang pembuatnya langsung didatangkan dari Cina.

Mpu Mandastana yang merupakan saudara Lambung Mangkurat mempunyai dua orang anak yaitu Bambang Patmaraga dan Bambang Sukmaraga. Mereka ternyata tertarik dengan putri Junjung Buih yang terkenal cantik Luar biasa yang keanggunannya tidak dapat ditandingi oleh siapapun. Karna merasa kedua putra Mpu Mandastana ini tidak sesuai untuk sang putri maka Lambung Mangkurat membunuh kedunya di sebuah danau sekitar kerajaan sehingga sekarang disebut “ lubuk Badangsanak atau danau berdarah” yang bisa kita lihat sampai sekarang di Candi Agung Amuntai.
Sebuah Wangsit yang mengatakan bahwa jodoh putri Junjung Buih berada di seberang lautan yaitu di kerajaan Majapahit. Maka diutuslah seorang pengawal ke Majapahit namun sesampainya disana Maha Raja Patih Majapahit mengatakan ia memiliki anak tapi tidak sempurna yang tidak mempunyai tangan dan kaki, orang menyebutnya raja Bulat Bulaling. Walaupun seperti itu seorang utusan tadi tetap meminta untuk putra Maha Raja Patih tetap di bawa karna ingin melaksanakan wangsit yang didapat.
Sesampainya di Muara Banjar, Putri Junjung Buih mendapat kabar bahwa calon suaminya hampir tiba di tanah Banjar. Tapi sang putri ingin mempunyai suami yang sakti dan gagah perkasa agar tidak kalah dengan kesaktiannya. Maka putri Junjung Buih mengutus Naga di Langit untuk menghalau air agar kapal mandek di tengah lautan. Para pengawal pun bingung apa yang harus dilakukan samapi akhirnya mereka bertanya kepada Pangeran Bulat Bulaling dan kemudian ia mengatakan bahwa lemparkan saja dirinya ke air. Pengawal pun menurutinya, setelah lama di air lalu muncul seorang Pangeran yang gagah perkasa yang disebut “ Pangeran Suryanata “. Akhirnya Putri Junjung Buih mengakui kesaktian sang Pangeran dan bersedia untuk dijadikan istri.
sangat menari sekali ceritanya, apalagi ceritanya di pasangi photo candi agung, tambah mantap lagi
BalasHapus